SUKABUMI KAB — Tema Hari Pahlawan 10 November 2020 adalah “Pahlawanku Sepanjang Masa” adalah tema besar, prinsipil, berlaku holistik dan hadir di setiap zaman, siapapun kapanpun dimanapun yang memerankan aksi protagonis, besar ataupun kecil sekalanya dan memberikan manfaat bagi orang lain, dia layak mendapat sebutan pahlawan.
Setiap 10 November pula, kita seolah olah mendengar pekik menggelegar pidato heroiknya Bung Tomo, pidato yang tak terkontaminasi kepentingan lain selain mempertahankan kemerdekaan bangsa, menjaga kehormatan negara sekaligus menunjukan bangsa ini adalah bangsa para patriot yang rela mengorbankan jiwa raga dmei kedaulatan dan terjaminnya kehidupan generasi dimasa yang akan datang.
Ikhlas berkorban adalah hal yang melekat pada sosok pahlawan, tak bisa dipisahkan apalagi dibeli, sungguh pribadi pribadi hebat ya.g tak pernah mementingkan diri sendiri
Tepat !! Karena Pahlawan adalah orang yang berjuang demi kepentingan masyarakat, negara dan bangsa dan mengabaikan
kepentingan pribadi.
Pengabdian didasari niat yang ikhlas dan rasa tanggung jawab tinggi wujud kecintaan terhadap bangsa. Ditahun 2020 ini, Peringatan Hari Pahlawan dilakukan berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya mengingat masih dalam suasana pandemi COVID-19. Upacara bendera menjadi agenda utama wajib dilaksanakan tapi dengan mematuhi protokol kesehatan.
COVID 19 membuat tatacara kehidupan jadi berbeda, kini kita harus berjuang bersama, bahu mambahu saling menyelamatkan dari dampak buruk pandemi, ya ! Kondisi dan situasi yang melahirkan banyak kepedulian, banyak perjuangan dan banyak pengorbanan, situasi yang banyak melahirkan pahlawan.
Saat ini Indonesia masih berjuang untuk dapat memproduksi vaksin COVID-19 secara mandiri. Dibalik upaya ini, ada orang-orang yang memiliki peran besar. diantaranya adalah Prof. Dr. dr. Sri Rezeki Hadinegoro.
Dirinya yang dilantik sebagai Guru Besar FKUI pada 2010 lalu ini, menempuh pendidikan kedokterannya di Fakultas kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung dan lulus pada tahun 1972. Kemudian melanjutkan ke program spesialis FKUI dengan spesialisasi Ilmu Kesehatan anak hingga tahun 1983. Gelar doktor ilmu kesehatan anak didapatnya dari Universitas Indonesia pada tahun 1996. Selain itu, Prof.Sri juga sempat menempuh pendidikan tambahan di Jepang.
Perempuan kelahiran Solo, 14 Mei 1946 ini, mulai akrab dengan vaksin sejak dia bergelut dengan penyakit infeksi pada anak-anak. Baginya, kesehatan anak adalah ilmu tersulit dalam kedokteran. Alasannya sederhana, bayi dan anak-anak sulit untuk ditanya sehingga dokter punya tantangan tersendiri dalam memberikan diagnosis.
Berangkat dari minat yang digelutinya, Prof. Sri berpikir bahwa imunisasi perlu dilakukan lebih masif untuk mencegah terjangkitnya penyakit infeksi pada anak-anak.
Prof. Sri kemudian bertugas di RS Cipto Mangunkusumo dan semakin banyak bergelut dengan penyakit infeksi pada anak-anak. Perjalanan Prof. Sri dalam memperjuangkan imunisasi semakin matang setelah dirinya didapuk sebagai Ketua Satgas Imunisasi dalam Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan menjadi Ketua Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) sampai saat ini.
Sejak awal, Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak di Universitas Indonesia ini menyadari bahwa permasalahan kesehatan anak-anak Indonesia cukup besar. Kesadaran tentang betapa pentingnya vaksin semakin terpupuk setelah dirinya pindah tugas ke Jakarta dan merintis program karang balita, yang kemudian bertransformasi menjadi posyandu.
Bagi Prof. Sri, vaksinasi atau imunisasi merupakan standar kesejahteraan sebuah negara. Cakupan vaksinasi yang luas, memberi gambaran sejauh mana negara tersebut maju- baik secara ekonomi atau sosialnya.
“Jadi kalau mau melihat standar sejahteranya satu negara, imunisasi adalah salah satu indikatornya,” katanya dalam Dialog Produktif bertema ‘Berjuang Tanpa Lelah Menyiapkan Vaksin’ yang digelar di Media Center Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Selasa (10/11/2020).
Dalam upaya pencegahan penyakit, Prof. Sri menyebutkan ada dua aspek dasar yang harus dipenuhi oleh negara: air bersih yang merata dan imunisasi. Saat dua hal ini bisa disediakan oleh negara, maka 70 persen masalah kesehatan anak terkait infeksi dapat diatasi.
Walau demikian, Kisah diatas tidak boleh menstigma bahwa untuk menjadi pahlwan atau menjadi orang yang berperan besar harus sekolah tinggi dan memiliki jabatan akademik yang mentereng.
Tapi siapapun bisa memberikan yang terbaik, berbekal keberanian, semangat pantang menyerah, serta pengorbanan tanpa pamrih dan berbuat untuk kemaslahatan orang banyak
itulah sejatinya seoarang pahlawan, nilai nilai yang dicatat sejarah dan diwariskan Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk kita.
Karenanya, didaerah sekalipun setiap orang bisa menjadi pahlawan, di Kabupaten Sukabumi sebagai contoh, aksi dan sepak terjang kepahlawanan banyak ditunjukan, terbukti dan bisa dirasakan manfaatnya, para relawan bencana sebagai contoh, mereka tak memledulikan keselamatan dirinya untuk membantu sesama.
Ada penjaga pantai, aktivis lingkungan, penggerak pariwisata, pembuka lapangan kerja walau kecil tapi berarti, donor darah, lembaga peduli ODGJ, dan banyak hal lain yang tak bisa dianggap kecil perannya untuk masyarakat.
Intinya, semua bisa menjadi pahlawan, siapapun kapanpun dna dimanapun. Sebab itu Peringatan hari pahlawan bukan hanya menjadi momentum untuk mengenang jasa para pahlawan, namun juga menjadi momentum untuk melakukan penyadaran diri supaya bisa berkontribusi kepada bangsa ini serta produktif menghadirkan semangat baru untuk imlementasi nilai-nilai kepahlawanan dalam kehidupan sehari-hari. “Pahlawanku Sepanjang Masa”. (red)