Melihat lebih jauh tentang keberadaan seni bedung di Sukabumi. Yang konon seni ini mulai musnah seiring derasnya kemajuan teknologi dan masuknya budaya asing. Dulu, seni bedug memiliki karisma yang begitu menonjol di masyarakat. Namun, kini sebaliknya. Lantas siapakah yang bertanggungjawab untuk melestarikan budaya yang bernuansa religi ini?
(Penulis: Nursuhendar)
Dug…dug…tong…dug…dug…tung!!!
Itulah ketuk dan irama bersenandung lagu-lagu religi yang terdengar di sebuah sudut perkampungan. Jika dipandang kasat mata, tidak ada keistimewaan dari bentuk dan fisiknya. Bahkan, bukan hal yang aneh bagi warga di kampung yang tidak jauh dari Kota Sukabumi. Apa keistimewaan bedug dan kentongan, yang menjadi tradisi umat muslim untuk selalu setia bergelantung di area mesjid baik di perkampungan mapun di perkotaan.
Puji syukur kepada tuhan atas nikmat yang telah diberikan kepada mahluknya dimuka bumi. Kehidupan bukan sesuatu yang tabu, tapi hidup adalah sebuah bekal yang berkerudung ujian bagi umat manusia yang diberi nafsu, akal dan pengetahuan. Hidup juga seni yang berlandaskan budaya islam bagi yang merasa haba-Nya. Lantas kenapa seni itu dikatakan hidup?Sebab, tidaklah hidup satu atau beribu budaya apapun. Jika, dalam budaya itu tidak dihiasi nuansa seni !!!
Di suatu dusun yang letaknya enam kilo meter dari pusat kota, tokoh, anak muda bahkan anak-anak setara sekolah dasar (SD) pun turut serta melestarikan budaya islam (Bedug) yang telah begitu lama dirintis tokoh pendahulunya. Betapa tidak, seni dulag yang dimainkan lima personil itu, kemashuranya telah merambah kesemua sudut kampung bahkan perkotaan. Mungkin dominan orang memandang keindahan itu lewat kasat mata saja.Padahal, tidak dipungkiri melalui indra pendengaran irama apapun dapat dinikmanti dan dipahami lebih dalam.
Berbeda memang. Bedug adalah budaya turun temurun dari nafas islam yang melegenda. Lalu kenapa budaya ini kurang begitu diperhatikan dan mengapa anak muda masa kini lebih menanggapi rok, pop atau dangdut, apakah mungkin, seni bedung itu kampungan, serta apa iya, seni bedugkurang populer dar tertinggal sebab kurang mendapat dukungan? Padahal, sesuatu yang kecil akan menjadi besar bila sunguh-sungguh dalam melestarikannya dan merawatnya, keterbatasan wawasan dan pengetahuan sesorang, mungkin juga bisa menjadi sebuah alasan sebagai penghambat. Namun, tidak bagi Grup dulag Al’Falihin yang terletak di Kampung Neglasari RT 52/10 Desa Gunungguruh Kecamatan Gunungguruh Kabupaten Sukabumi. Mereka revolusi bagi jiwa dan negrinya. Kegigihan, tekun dan disiplin telah berbuah keberhasilan dalam mengantongi penghargaan seperti piala dan piagam baik tingkat kecamatan, kabupaten bahkan provinsi.
Dekungan dari pemerintah selalu dinantikan bahkan menjadi kahayalan bagi mereka bahwa suatu saat nanti dulag Alfalihin akan lebih besar. “Kami tidak muluk-muluk. Apabila ada perhatian pemerintah untuk pasilitas. Maka, kami akan membuat regenerasi seni bedug. Suara bedug ini mengandung makna,”ujar ketua seni dulag H. Rofiq kepada www.sukabumizone.com. (Bersambung…)