SUKABUMIZONE.COM,SUKABUMI–Ratusan kepala sekolah di wilayah selatan Kabupaten Sukabumi, mengeluhkan praktik penyalahgunaan profesi wartawan. Mereka terdiri dari kepala SD, SMP dan SMA yang bertugas di Kecamatan Jampang Kulon, Kalibunder, Cimanggu, Waluran, Ciracap dan Ciemas.
“Selama ini, kami kerap didatangi orang yang mengaku wartawan. Mereka datang biasanya lebih dari dua atau tiga orang, terutama setelah ada pencairan dana bantuan operasional siswa (BOS)” keluh Ny Nani (52) seorang kepala SD di Kecamatan Jampang Kulon, Kabupaten Sukabumi pada acara Safari Jurnalistik PWI Perwakilan Kabupaten Sukabumi sosialisasi UU No. 40/1999 Tentang Pers dan Peraturan/Keputusan Dewan Pers di gedung olah raga Cinagen, Jampang Kulon, kemarin.
Mereka, kata Ny. Neni, mengaudit keuangan dana BOS dan mengintimidasi yang ujung-ujungnya meminta uang kompensasi. Kalau tidak dikasih, mereka menakut-nakuti dan mengancam akan memberitakan dan lapor ke kejaksaan, karena katanya ada penyimpangan dalam pengelolaan dana bos. Padahal, pengelolaan dana BOS tersebut sudah sesuai prosedur.
Hal itu ‘diamini’ sekitar 300 orang kepala SD lainnya yang turut hadir dalam safari jurnalistik itu. Bahkan, menurut mereka, banyak oknum wartawan yang berlaga menjadi penyidik. Mereka, menuduh kepala sekolah telah melakukan pelanggaran tindak pidana korupsi. Tapi, itu ujung-ujungnya minta dana kompensasi agar tuduhannya tidak diberitakan di media.
“Apakah seorang wartawan bisa menyidik atau mengaudit keuangan kami?,” tanya Ny Eti (45) salah seorang kepala sekolah di Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Sukabumi. Pernyataan senada juga diungkapkan puluhan kepala SD dan SMP lainnya.
Keluhan serupa juga, diungkapkan kepala desa yang turut hadir dalam safari jurnalistik ini. Menurut Kepala Desa Sukamaju, Kecamatan Cimanggu Uus, sekarang ini di wilayah selatan Kabupaten Sukabumi wartawan tumbuh subur bak jamur di musim hujan.
Mereka, disebutkan Uus, selalu mencari-cari kesalahan kepala desa yang ujung-ujungnya minta uang kompensasi. Ada pula, oknum wartawan yang menawar-nawarkan kartu pers dari media tertentu kepada kepala desa seharga Rp 300 ribu.
“Terung terang saja, saya juga punya kartu pers media. Saya terpaksa membeli kartu pers ini, agar tidak diganggu terus oknum wartawan,” tutur Uus. Ternyata tidak hanya Uus, tapi sejumlah kepala desa lainnya juga memiliki kartu pers.
Menanggapi hal tersebut, Ketua PWI Perwakilan Kabupaten Sukabumi Heddi Suhaedi meminta agar kepala desa tidak coba-coba memegang kartu pers, karena bisa terkena pidana pemalsuan identitas. Sebab, berdasarkan ketentuan UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers Pasal 1 (4) wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.
Menjawab pertanyaan kepala sekolah yang diintimidasi, diaudit dan disidik wartawan, Heddi menjelaskan, wartawan tidak memiliki kewenangan untuk melakukan audit, apa lagi melakukan penyidikan dan intimidasi terhadap nara sumber. Wartawan, katanya, bukan auditor dan bukan pula penyidik.
Jadi, pintanya, jika ada wartawan yang mengaudit dan melakukan penyidikan tidak perlu dilayani. “Jika perlu laporkan kepada aparat kepolisian,” ucap Heddi.
sumber: Suara Karya