Anggota Komisi XI DPRI, Heri Gunawan Sesalkan Impor Cangkul
ilustrasi
CIBADAK – Anggota Komisi XI DPRI, Heri Gunawan (HG) sesalkan realisasi impor perdana satu kontainer impor untuk diperdagangkan di Indonesia, hasil penunjukan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri kepada Perusahaan Terbatas Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) yang berstatus BUMN. “Jika cangkul saja harus impor, apa kata dunia. hal ini seperti tanda-tanda, launching kematian kedaulatan pangan yang bukan semata-mata soal konsumsi yang berdaulat, tapi juga kedaulatan produksi,” kata HG.
Dari konteks kedaulatan produksi pangan wajib hukumnya pemerintah termasuk BUMN menguatkan industri penopang. Misalnya saja, indusri alat-alat dan mesin pertanian dalam negeri. Menurutnya, produksi cangkul tersebut tidak perlu harus ke luar negeri sebab bengkel-bengkel di Indonesia banyak yang dapat memproduksi barang tersebut. “Terdapat cara berpikir yang sesat di BUMN kita selama ini. Tugas BUMN itu bukan hanya cari untung saja, tapi ada tugas penting lain yakni menjadi agen pembangunan. Seharusnya, pemerintah dan BUMN punya komitmen yang sama, bagaimana menerjemahkan agen pembangunan lebih konkret dilapangan. Dengan mengimpor cangkul, bukannya membangun malah membunuh indusri alat-alat pertanian lokal,” tandasnya.
HG menambahkan, jika kebutuhan cangkul yang 40-50 kontainer per bulan diserahkan kepada industri lokal. Maka, se berapa banyak industri lokal yang dapat berkembang sehingga bengkel dalam negeri yang kebanjiran order. “Kebutuhan itu mestinya menjadi peluang sekaligus stimulus untuk membangkitkan industri penopang kita,” ujarnya.
Dari data yang ada, alat pertanian hasil produksi lokal baru 30 persen dengan tingkat kebutuhan yang tinggi karena lahan pertanian mencapai lebih dari 1,9 juta kelometer persegi. “Harusnya ini secara stimulan menjadi peluang untuk menggerakkan industri alat pertanian lokal untuk terus berdaya. Apalagi, aturannya saat ini sekitar 40-80 persen tingkat kandungan dalam negeri. Jadi tidak ada alasan yang kuat untuk importasi. Justru harus dipandang sebagai jalan yang sesat dan menyesatkan,” paparnya.
Pemerintah harus berpikir lebih arif lagi jelas HG. Tanpa itu, maka anggaran, khususnya untuk ketahanan pangan yang terus ditingkatkan lebih dari 70 persen tidak akan efektif sehingga akan terus menguap, hilang dan mengalir ke luar negeri. “Sedang kita, hanya akan disisakan oleh masalah kedaulatan pangan yang setengah hati,” pungkasnya. Nur