SUKABUMI–Pemerintah Kota Sukabumi Jawa Barat, berupaya menekan kasus kekerasan terhadap anak. Upaya itu dilakukan sebab setiap tahunnya kasus yang ditangani Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Sukabumi masih cukup tinggi.
Dari data P2TP2A Kota Sukabumi menyebutkan, sejak Januari sampai September 2018 ada sebanyak 194 kasus yang ditangani. Rinciannya kasus pada triwulan pertama 2018 sebanyak 75 kasus, triwulan dua sebanyak 63 kasus, serta triwulan tiga sebanyak 56 kasus. Kasus yang mendominasi menyangkut kekerasan anak terutama kekerasan seksual.
“Kami memberikan perhatian khusus untuk masalah kekerasan anak,’’ kata Wali Kota Sukabumi Achmad Fahmi kepada wartawan Jumat (19/10). Hal tersebut mengacu pada kasus yang ditangani P2TPA serta Dinas Pengendalian Penduduk, KB, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat.
Fahmi menjelaskan, ke depan Pemkot berupaya menjaminkan tidak ada bentuk kekerasan anak jenis apapun. Sehingga diharapkan tidak ada lagi hal-hal yang menganggu atau membuat anak tidak nyama.
“Kasus kekerasan anak yang sering terjadi diantaranya bullying dan diskriminasi terhadap anak. Sebabnya, hal itu dapat terjadi kapan saja serta kepada siapa saja,” ujarnya.
Karena itu kata Fahmi, perlu di sosialisasikan ke sekolah-sekolah supaya dapat memantau siswanya untuk tidak melakukan bullying atau diskriminasi. Selain itu upaya pencegahan juga dilakukan dengan meningkatkan ketahanan keluarga.
Sekretaris P2TP2A Kota Sukabumi menambahkan, kasus yang paling banyak ditangani menyangkut kekerasan seksual terhadap anak. Di mana kekerasan seks anak mencapai sepertiga dari total kasus yang ditangani.
Sedangkan kasus tertinggi kedua yakni kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Lalu kasus yang kini mulai naik yakni anak berhadapan dengan hukum yang memerlukan pendampingan. “Terakhir kasus kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan dewasa,” cetusnya.
Joko menerangkan, kasus yang ditangani pada 2018 ini jumlahnya tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. “Rata-rata tiap tahunnya kasus yang ditangani mencapai kisaran 250 hingga 300 kasus,” tandasnya.
Tingginya kasus kekerasan seks anak dibandingkan dengan yang lain disebabkan berbagai faktor. Terutama dampak dari perkembangan teknologi seperti konten pornografi yang ada di sarana handphone (HP).
“Hal itu berpengaruh pada kasus kekerasan seks anak yang selalu tertinggi dibandingkan yang lain. Karena itu peran orangtua atau keluarga dalam mengawasi penggunaan HP harus selalu ditingkatkan. Harapannya potensi untuk terjadinya kasus kekerasan seksual anak makin menurun,” pungkasnya. rol