
SUKABUMI KOTA, sukabumizone.com || Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Asal Sukabumi (PB HIMASI) melakukan aksi unjuk rasa di halaman kantor DPRD Kota Sukabumi Jalan Ir. H.Juanda Kecamatan Cikole Kota Sukabumi, Rabu (16/11/2022).
Puluhan mahasiswa ini menilai banyak permasalahan yang diabaikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Sukabumi. Di mana sebagai wakil rakyat dalam menjalankan tugas dan fungsinya banyak menutup mata dan kurang maksimal.
Terdapat tiga tuntutan yang disampaikan PB Himasi dalam aksi unjuk rasanya, mereka meminta kepada semua komisi untuk bisa membuktikan kinerjanya terhadap rakyat. Pertama, segera membentuk ajuan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) keterbukaan informasi publik terkhusus komisi I DPRD Kota Sukabumi. Kedua, lemahnya pengawasan pembangunan khususnya pasar pelita yang sampai saat ini belum selesai, ini bukti komisi II tidak becus bekerja, dan ketiga Bansos Covid 19 yang sampai saat ini kasusnya belum terbuka secara jelas serta lemahnya peranan komisi III DPRD Kota Sukabumi.
“Permasalahan tersebut merupakan bentuk lemahnya DPRD Kota Sukabumi dalam melaksanakan tugasnya, PB Himasi menuntut semua permasalahan tersebut segera terselesaikankan demi kebaikan masyarakat Kota Sukabumi,” tandas Ketua PB Himasi Danial Fadhilah, di sela aksi unjuk rasa.
Danial mengungkap, dari awal tahun 2022 pihaknya sudah mengajukan Raperda keterbukaan informasi publik, dan waktu itu diterima dengan baik pada saat hearing oleh DPRD. Namun disayangkan belum ada prosesnya sampai saat ini, “Baru disampaikan pun barusan, masuk prolegnya (program legislasi daerah, red) baru tahun depan nomor 16,” ungkapnya.
Menurutnya, permasalahan yang terjadi di Kota Sukabumi secara menyeluruh ada di informasi yang tersendat. Sehingga hal inilah yang menjadi landasan Raperda keterbukaan informasi publik diajukan pihaknya.
“Tadi pun anggota dewan pak Faisal mengakui salah satu terkait permasalahan pasar pelita anggota dewan pun tidak punya surat perjanjian kerja samanya. Kan yang jadi pertanyaan apakah surat perjanjian kerja sama ini menjadi rahasia negara atau tidak, padahal kalau kita kaji di undang-undang, hal tersebut bukan rahasia negara dan publik berhak tahu, tapi kenapa ini jadi tersendat, karena di daerah tidak ada dasar hukum yang jelas sehingga pejabat didaerah selalu beralasan ini rahasia dan itu rahasia,” tegasnya.
Danial mengklaim, jika Raperda yang ia ajukan dimunculkan bukan hanya masyarakat yang dicerdaskan tetapi para pejabat yang so cerdas akan benar-benar cerdas ketika ini dimunculkan.
Kemudian terkait dana Covid 19, Danial juga mengatakan perlu dikroscek ulang karena ada dugaan data fiktif. Anggaran Covid menurutnya lumayan besar sehingga masyarakat perlu tahu. “Banyak data yang ganda dan fiktif, bahkan data-data yang sudah meninggal pun dimasukan, ketika kita kroscek ke keluarganya ternyata tidak menerima,” bebernya.
Selain itu, ia juga menyoal kualitas total bantuan yang seharusnya diberikan sebesar Rp250 ribu apakah sampai semua sesuai nilai seharusnya. Sebab dihitung awam ia mengatakan masyarakat kehilangan 2-3 milyar terkait hal tersebut di tahun 2020. Oleh karenanya ia berencana akan melakukan pengaduan terhadap kejaksaan negeri pada besok atau lusa.
“Wajar tanpa pengecualian (WTP) itu bukanlah sebuah prestasi, WTP itu laporan keuangan kepada BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang sesuai dengan prosedural, WTP bukan berarti tidak ada korupsi atau temuan dan penyelewengan, jangan bodoh-bodohi masyarakat,” pungkasnya.
Reporter : Isep
Redaktur : Surya Adam