
Saat fajar menyingsing, dengan serangan fajarnya satu kompi tentara Belanda menggeledah rumah tersebut.
Pak Muhtar Beke dan dua orang prajurit lari untuk menyelamatkan diri karena kekuatan yang tidak seimbang. Namun takdir berbicara lain, ketika Pak Mukhtar Beke tiarap di sebuah parit Citamiang dipinggiran kampung tersebut, dari belakang Belanda menembaknya.
Darah pun mengalir di sepanjang parit tersebut seakan berbicara: “teruskanlah perjuangan dengan semangat yang membara demi cita-cita Bangsa”.
Untuk mengenang peristiwa tersebut, diangkatlah nama parit Citamiang dijadikan nama desa yaitu Desa Citamiang. (bbs)
Penulis : Ridwan
Editor : Surya Adam
Halaman 2 , 2