CIKEMBAR, sukabumizone.com || Forum Diskusi Sinergi Indonesia (FDSI) bersama Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dan Wartain.com, menggelar kegiatan Sosialisasi Pencanangan Desa Sadar Anti Perdagangan Orang, di Aula Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi, Rabu (27/12/2023).
Kegiatan yang bertema “Indonesia Bergerak Lawan Sindikat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)” itu dihadiri Perwakilan BP2MI Provinsi Jawa Bsrat (Jabar), Pos Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P4MI), Satgas Mafia TKI, Kepala DP3A, anggota PPA Polres Sukabumi, ketua FDSI, Ketua Pekerja Migran Indonesia (PMI) Sukabumi, kawan PMI Sukabumi, dan Kepala Desa se-Kecamatan Cikembar.
Satgas Mafia PMI, Hengki Irawan mengatakan, kondisi saat ini merupakan perang semesta. Pak Presiden mengamanatkan kepada Kepala BP2MI dan seluruh Satgas TPPO yang dipimpin langsung oleh Kapolri. “Itu kan diminta untuk melindungi PMI dari ujung rambut sampai ujung kaki,” kata Hengki kepada sukabumizone.com, Rabu (27/12).
Tapi, sambung Hengki, selama ini aturan mainnya itu belum clear and clean. Artinya, Undang-undangnya ini harus disosialisasikan keseluruh yang berwenang, salah satunya adalah tingkat desa.
“Karena ujung tombak atau garda terdepannya itu paling dasar yang punya warga, itu desa. Jadi kalau dari hulu tidak tertangani maka kita akan selalu kejar-kejaran lagi. Kemudian tantangan keduanya itu adalah, bahwa ini kan lintas wilayah bahkan lintas Negara, jadi kadang kepala desa terkecoh atau kecolongan. Misalkan, warganya keluar daerah dulu diajak oleh orang lain, nanti diurusin pakai dokumen palsu di wilayah lain. Sehingga, kepala desanya pun tidak tahu, itu pun salah satu tantangannya,” bebernya.
Maka dari itu, sambung Hengki, desiminasi informasi ini harus sampai keseluruh aparat desa diseluruh Indonesia bukan hanya desa kantong PMI seperti Sukabumi saja.
Sementara itu, ketika disinggung soal sanksi bagi pelaku TPPO Hengki menuturkan, sesuai dengan undang-undang no 21 tahun 2007 tentang TPPO, adalah penjara minimal 3 tahun sampai 15 tahun dan denda Rp 129 juta.
“Jadi, gak maen-maen sanksinya juga, karena kejahatannya ini transnasional atau lintas batas,” pungkasnya.
Redaktur: Ruslan AG