SUKABUMI, sukabumizone.com || Dewan Pengurus Cabang Sarikat Buruh Muslimin Indonesia Nahdlatul Ulama (DPC Sarbumusi NU) Kabupaten Sukabumi menyebut, tidak ada satu pun calon bupati (Cabup) yang mendeklarasikan diri maju pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Sukabumi 2024, yang mengangkat isu persoalan tenaga kerja alias buruh.
“Sampai saat ini, dari sejumlah nama yang sudah menyampaikan keinginannya maju menjadi calon bupati, belum satupun bakal calon bupati yang membahas terkait persoalan tenaga kerja atau buruh di sukabumi,” kata ketua DPC Sarbumusi NU Kabupaten Sukabumi, Usman Abdul Fakih, kepada sukabumizone.com, Kamis (13/06/2024).
Padahal, lanjut dia, begitu banyak persoalan buruh yang butuh penanganan serius dan belum teratasi hingga saat ini. Salah satunya, masalah uang sogok masuk kerja dengan nominal fantastis.
“Persoalan tersebut selama ini seolah menjadi biasa dilakukan di Kabupaten Sukabumi, orang yang melamar kerja harus membayar kepada oknum tertentu agar diterima di perusahaan, kan aneh. Apalagi dengan angka yang fantastis, itu sangat merugikan calon tenaga kerja. Ditambah sebetulnya pengusaha atau pihak perusahaan juga akan dirugikan, karena bisa jadi tenaga kerja yang masuk dengan cara membayar itu tidak kompeten,” bebernya.
Tak hanya sogok, kata Usman, dominasi tenaga kerja perempuan yang jumlahnya mencapai kurang lebih 80 persen juga menjadi persoalan. Sebab, dinilai akan membawa dampak psikologis bagi kaum pria lantaran mereka lebih banyak menganggur ketimbang wanita.
Apalagi, sambung dia, dampak psikologis kepada kaum adam akan semakin tinggi jika dalam rumah tangga hanya sang istri yang mencari nafkah, sementara suami harus mengurus rumah dan anak akibat sulit mencari pekerjaan. Kondisi seperti itu bahkan berpotensi mengganggu tumbuh kembang anak buruh itu sendiri.
“Secara psikologis, anak yang sering ditinggal kerja atau kurang kasih sayang akan cenderung terganggu. Ke depan anak akan cenderung brutal atau nakal dan bahkan bisa kearah pergaulan bebas, pemerintah daerah jangan tunduk ke perusahaan soal kuota tenaga kerja, seolah perusahaan padat karya hanya bisa dikerjakan oleh kaum hawa,” jelasnya.
Selain itu, lanjut Usman, minimnya fasilitas ibadah di perusahaan-perusahaan besar juga menjadi masalah yang belum dapat dituntaskan.
“Fasilitas ibadah yang dimiliki perusahaan besar yang memiliki jumlah buruh lebih dari dua ribu orang masih saja minim, padahal istirahat hanya satu jam. Kalau mau shalat dzuhur dengan jumlah karyawan banyak waktu akan habis karena ngantri, belum lagi makan siang kan. Kalau seperti itu, sama saja pihak perusahaan tidak memberikan waktu kepada buruh untuk shalat dzuhur,” tuturnya.
Ia menambahkan, peristiwa buruh meninggal dunia akibat kecelakaan kerja di Jampangtengah seolah membuka mata semua pihak. Ternyata masih ada pekerja perusahaan yang tidak mendapatkan jaminan sosial, bisa jadi kasus serupa masih banyak terjadi namun luput dari pantau media.
“Mestinya, hal-hal yang penting seperti itu bisa di monitoring oleh pimpinan daerah melalui instansi terkait. Dan saya harap Bupati yang akan memimpin Sukabumi mendatang bisa memberikan solusi untuk persoalan – persoalan tersebut,” pungkasnya.
Reporter : Wafik Hidayat
Redaktur : Ruslan AG