JAKARTA, sukabumizone.com || DPP Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (K-Sarbumusi) menyerukan sejumlah isu ketenagakerjaan dan perburuhan pada saat acara peringatan Hari Lahir (Harlah) yang ke-69 tahun di Hotel Mercure Batavia Jakarta, Minggu (29/09).
Isu-isu tersebut disuarakan Konfederasi Sarbumusi kepada pemerintahan baru Prabowo-Gibran. Salah satu isu, Konfederasi Sarbumusi mendorong pemerintahan Prabowo-Gibran untuk membuka dialog sosial, untuk merevisi kembali Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.
“Terutama soal klaster ketenagakerjaan dan peraturan turunannya, agar lebih berorientasi pada penyeimbangan antara pertumbuhan ekonomi, produktivitas dunia usaha, dan kesejahteraan buruh yang optimal,” kata Presiden DPP Konfederasi Sarbumusi, Irham Ali Saifuddin dalam rillis tertulis yang diterima, Senin (30/09).
Irham memandang, pemerintah juga dituntut untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan buruh Indonesia. Mulai dari upah minimum yang berkeadilan, penghapusan liberasi alih-daya, serta fasilitas tunjangan kesejahteraan seperti transportasi, dan juga perumahan bagi buruh.
Tak hanya itu, sambung dia. Sarbumusi menuntut pemerintahan Prabowo-Gibran untuk segera mempersiapkan peta-jalan dan strategi nasional, bagi penguatan keterampilan buruh (national workers’ skills development roadmap and strategy). Hal itu untuk menjawab tuntutan dunia kerja yang terus berubah di masa depan (future of work). Dan memperkuat program kebijakan yang adaptif terhadap persoalan-persoalan dunia kerja di masa mendatang.
“Kemudian isu Jaminan Sosial, kita menuntut pemerintahan baru Prabowo-Gibran untuk memperluas cakupan jaminan sosial yang inklusif. Termasuk bagi pekerja sektor informal yang merupakan persentase paling besar dari postur ketenagakerjaan di republik ini,” imbuhnya.
Pemerintahan juga diminta untuk menciptakan kebijakan sinergi, rekognisi, dan akseptansi, antara lembaga pelatihan pendidikan vokasional dengan dunia usaha atau industri. Sebagai bagian integral dari strategi penciptaan lapangan kerja yang adaptif dan inklusif terhadap pasar kerja.
“Konfederasi Sarbumusi mendukung program ketahanan pangan dan makanan bergizi, sebagai bagian integral untuk meningkatkan produktivitas dan nilai ekonomi sektor perekonomian tradisional-kerakyatan, yang meliputi pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan atau nelayan. Sekaligus kita mengingatkan pemerintah untuk tidak menyerahkan sektor ini pada korporasi-kapital dan kartel,” tandasnya.
Sebagai serikat buruh tertua di Indonesia, lanjut dia, Sarbumusi begitu memperhatikan persoalan tenaga kerja muda dan bonus demografi. Maka dari itu, kata Irham, organisasinya mendorong pemerintah untuk memberikan perhatian khusus terhadap bonus demografi yang akan mencapai puncaknya pada tahun 2032 nanti.
Menurutnya, perhatian itu bisa melalui penguatan skema penyiapan kecakapan, penciptaan, dan penyerapan kerja yang optimal. Mengingat masih tingginya pengangguran tenaga kerja muda di Indonesia. “Pengentasan pengangguran tenaga kerja muda, harus menjadi bagian integral dari penyiapan dan optimalisasi bonus demografi menuju Indonesia Emas 2045,” tegasnya.
Lalu di Sektor Informal dan Ekonomi Ultra-Mikro, Sarbumusi mendorong pemerintahan baru Prabowo-Gibran untuk memberikan perhatian khusus kepada sektor informal di Indonesia yang berorientasi pada peningkatan produktivitas, inklusi kebijakan dan kesejahteraan. Serta mendorong pemerintah untuk meningkatkan kemampuan 60 juta lebih usaha ultra-mikro terutama di desa-desa untuk mengelola sumberdaya alam (SDA) secara lestari dan berkelanjutan.
“Sehingga bisa melahirkan usaha ultra-mikro bernilai tambah tinggi dan meningkatkan kesejahteraan sektor perekonomian sektor tradisional Indonesia seperti pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan,” ucapnya.
Terakhir soal Aturan Internasional, sambung Irham. Sarbumusi mendorong pemerintah baru Prabowo-Gibran untuk segera melakukan ratifikasi terhadap Konvensi ILO Nomor 110 tentang Perkebunan, Konvensi ILO Nomor 188 tentang Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan, serta Konvensi ILO Nomor 190 tentang Kekerasan dan Pelecehan di Tempat Kerja.
“(Hal ini) Sebagai bagian dari komitmen dasar konstitusional untuk penguatan instrumen perlindungan hukum bagi pekerja rentan dan buruh prekariat,” pungkasnya.
Reporter : Wafik Hidayat
Redaktur : Surya Adam