WALURAN, sukabumizone.com || Gerakan Masyarakat Perhutanan Sosial (GEMA PS) Jabar-Banten beserta puluhan organisasi kemasyarakatan lainnya, menggelar Peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS), bertempat di Kampung Pasirpiring, Desa Waluran Mandiri, Kecamatan Waluran, Kabupaten Sukabumi, Rabu 16/10/2024.
Kegiatan yang dikemas dengan bentuk pesta rakyat dan petani tersebut, dilaksanakan dengan berbagai macam agenda acara. Di antaranya, deklarasi ketahanan pangan, penanaman 50 ribu pohon, pentas seni budaya, lomba tumpeng serta pembagian doorprize.
Diketahui, dalam peringatan hari pangan sedunia tersebut, selain mendukung gerakan pangan yang sudah dicanangkan pemerintah, sekaligus mengawal dilantiknya presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo Subianto – Raka Buming Raka, yang akan dilaksanakan pada tanggal 20 Oktober 2024.
Ketua DPW Gema PS Jabar-Banten, Bah Acep Sholahudin mengungkapkan, bahwa program gerakan ketahanan pangan sangat beririsan dengan kebijakan Reforma Agraria.
Salahsatunya, sambung Bah Acep, teritorial Kabupaten Sukabumi yang terluas kedua se-Jawa, memiliki objek reforma agraria terluas pula. Di mana, objek reforma agraria berupa tanah negara bebas, tanah HGU yang telah habis masa berlaku nya, tanah timbul dan tanah kelebihan atau tanah Abstente.
“Reforma agraria juga terdapat pada area kehutanan, di mana ada pemukiman dalam kawasan, persawahan yang ditetapkan menjadi program ketahanan pangan yang sudah ada dasar hukumnya dari Kementerian KLHK berupa program penyelesaian penguasaan tanah dalam rangka penataan kawasan hutan PPTPKH,” ungkap Bah Acep.
“Lokasi tersebut terdapat ribuan bidang tanah yang akan dikeluarkan dari kawasan hutan kemudian akan diterbitkan sertifikatnya, yang hari ini sedang di proses pendataan, pemetaan bidang dan administrasi sporadik, yang didampingi Gema PS DPC Sukabumi,” tambahnya.
Lebih jauh Bah Acep menegaskan, bahwa KLHK sekarang sudah mengeluarkan SK menteri tentang Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK). Di mana, kawasan hutan yg tadinya dikelola oleh Perhutani, ditarik oleh KLHK kemudian ditetapkan menjadi area KHDPK dengan SK No 287.
“Lokasi tersebut diterbitkan izinnya kepada masyarakat, yang tergabung dalam kelompok tani hutan (KTH), lembaga pengelola hutan desa (LPHD), koperasi, kelompok tani, atau Gapoktan,” tegasnya.
Bah Acep menjelaskan, di Sukabumi terdapat 21.000 hektar area KHDPK, yang tersebar di 93 desa, yang sudah dikeluarkan dari pengelolaan Perhutani dan telah menjadi area KHDPK. Sedangkan Perhutani sendiri telah di tetapkan menteri untuk mengelola lahan dengan SK 264, dengan peta area pengelolaan yang terpisah.
“Sejak diterbitkannya SK 287 tentang KHDPK yang sempat digugat di PTUN Jakarta Timur, melalui Putusan PTUN yang memenangkan KLHK, maka sejak itu Perhutani sendiri tidak memiliki kewenangan selain mengurus penyelesaian aset yang diatur melalui peraturan menteri nomor 4 tersebut,” tuturnya.
“Yang jelas, hari ini masyarakat khususnya di Sukabumi, telah memiliki area pengelolaan lahan pada kawasan hutan yang telah diproses izinnya, melalui direktorat Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial, yang disahkan oleh Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, atas nama Menteri KLHK dengan Hak Pakai 35 tahun,” paparnya.
“Beberapa ketentuan harus ditempuh dan harus ada perencanaan teknis melalui Rapat Rencana Kelola Perhutanan Sosial RKPS. Melalui RKPS tersebut, maka program ketahanan pangan akan sinergi dengan perhutanan sosial, sehingga dinas koperasi, dinas pertanian dan dinas ketahanan pangan, sejatinya harus dilibatkan dalam RKPS. Begitu pun KTH atau LPHD, yang dibina Cabang Dinas Kehutanan (CDK) serta didampingi oleh Gema PS, sehingga program ketahanan pangan dapat dipetakan sesuai peta potensi desa masing-masing di mana terdapat area KHDPK,” pungkas Bah Acep.
Sementara itu, Staf Ahli Bidang Ekonomi Setjen Wantanas, Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo, mengatakan, kegiatan tersebut harus mengutamakan kepentingan masyarakat. Harus ada nilai kelanjutannya, bagaimana generasi muda dapat menjadi penerus dari generasi sebelumnya.
“Pada intinya bagaimana kita mampu mengelola serta mempertanggung jawabkan apa yang sudah kita terima dari pemerintah, kemudian punya nilai produktif dan punya pemanfaatan,” ungkapnya.
Lebih lanjut Kunto, mengajak, bagaimana pengelolaan lahan serta bagaimana hutan ini memiliki nilai produktif.
“Pengelolaan lahan kita tidak bisa sendiri harus membangun bersama, pertama kita harus mau tahu, kedua kita harus membangun komunikasi semua komponen, yang ketiga punya progres,” lanjutnya. (rls).
Redaktur: Ruslan AG