
JAMPANGTENGAH, sukabumizone.com || Retakan tanah membelah sawah-sawah kering di Desa Padabeunghar, Kecamatan Jampangtengah, Kabupaten Sukabumi. Sudah lebih dari delapan tahun, lahan pertanian di dua kedusunan — Leuwipendeuy dan Padabeunghar — terabaikan setelah saluran utama Irigasi Jentreng rusak akibat banjir besar.
Sekitar 100 hektare lahan pertanian berubah menjadi tanah mati. Tanpa air, sebagian warga terpaksa meninggalkan profesi sebagai petani dan beralih menjadi buruh bangunan atau penambang batu kapur. Namun, sebagian lain memilih bertahan.
“Kami tidak bisa tanam padi. Hanya beberapa petak sawah yang bergantung pada hujan, tapi hasilnya minim,” ujar Asep Kamho, tokoh warga Padabeunghar.
Warga Bergerak: Irigasi Diperbaiki Tanpa Pemerintah
Melihat tidak adanya bantuan pemerintah selama bertahun-tahun, warga membentuk Panitia Revitalisasi Irigasi Jentreng. Bersama pemerintah desa dan 25 pengusaha lokal — terutama di sektor batu kapur — mereka menggalang dukungan demi mengalirkan kembali air ke sawah mereka.
“Yang hadir ada 19 perusahaan. Kami undang semua, ingin bicara dari hati ke hati,” kata Asep. Hasilnya, beberapa perusahaan langsung mengirim alat berat dan tenaga mekanik untuk mempercepat proses pengerjaan.
Gotong Royong Jadi Kunci
Selama empat bulan terakhir, warga bergotong royong setiap akhir pekan: mengangkut batu, memasang bronjong, dan memperbaiki akses jalan. Dari ratusan bronjong yang dibutuhkan, baru 15 unit berhasil dibuat — semuanya hasil swadaya warga.
“Kami masih kekurangan material, tapi semangat masyarakat luar biasa. Irigasi ini bukan hanya soal sawah, tapi juga soal harapan,” tambah Asep.
Pemerintah Belum Hadir
Meski proposal bantuan sudah diajukan ke pemerintah daerah dan dinas terkait, hingga kini belum ada tanggapan. Kepala Desa Padabeunghar, Ence Rohendi, menyatakan bahwa pihaknya akan terus mendampingi warga.
“Masalah irigasi Jentreng sudah lama. Kami sudah bentuk panitia dan lakukan musyawarah. Alhamdulillah, pengusaha ada yang merespons positif,” ujar Ence.
Di tengah keterbatasan, warga Desa Padabeunghar membuktikan bahwa kemandirian dan gotong royong bisa menjadi solusi saat negara belum sepenuhnya hadir. Bagi mereka, air bukan sekadar kebutuhan pertanian — melainkan napas kehidupan.(RS)