
CISAAT, sukabumizone.com || Ketua SP TSK SPSI Kabupaten Sukabumi, Mochamad Popon, menyampaikan bahwa unsur serikat pekerja yang tergabung dalam Dewan Pengupahan Kabupaten Sukabumi telah mencapai kesepakatan bersama terkait usulan kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Tahun 2026.
Kesepakatan tersebut mencerminkan sikap kolektif buruh dalam memperjuangkan kebijakan pengupahan yang berkeadilan dan sesuai dengan kebutuhan hidup layak (KHL). “Kesepakatan ini menegaskan sikap tegas unsur buruh dalam memperjuangkan upah yang berkeadilan dan mencerminkan kebutuhan hidup layak. Semua dibahas secara terbuka dan bertanggung jawab,” ujar Popon.
Ia menegaskan, setiap keputusan di Dewan Pengupahan harus diambil secara transparan. Apabila terjadi kebuntuan dalam pembahasan, mekanisme voting terbuka dinilai sebagai langkah konstitusional untuk memperjelas sikap masing-masing unsur, baik pemerintah, pengusaha, maupun pekerja. “Ketika terjadi deadlock, voting terbuka adalah jalan yang sah agar posisi setiap unsur terlihat jelas di hadapan publik,” tegasnya.
Dalam formulasi kenaikan upah, unsur serikat pekerja sepakat menggunakan nilai alfa tertinggi sebesar 0,9. Menurut Popon, keputusan tersebut memiliki dasar kuat secara ekonomi dan regulasi. Kontribusi tenaga kerja, kata dia, tercermin dalam pertumbuhan ekonomi melalui produktivitas dan konsumsi masyarakat yang tergambar dalam PDRB maupun PDB.
Selain itu, Pasal 26 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2025 secara tegas menyebutkan bahwa variabel alfa ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup layak bagi buruh. Popon juga merujuk pada paparan Menteri Ketenagakerjaan terkait hasil kajian bersama Kementerian Ketenagakerjaan, Dewan Ekonomi Nasional, dan Badan Pusat Statistik (BPS), yang menetapkan KHL Provinsi Jawa Barat berada di angka Rp4.122.871.
“Secara logika ekonomi, nilai KHL kabupaten/kota sangat mungkin berada di atas KHL provinsi. Karena itu, pengambilan alfa pada angka tertinggi menjadi sangat rasional,” jelasnya.
Dalam perhitungan UMK 2026, serikat pekerja menggunakan angka inflasi Kota Sukabumi sebesar 3,89 persen dan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,43 persen. Langkah ini diambil karena BPS Kabupaten Sukabumi tidak merilis data inflasi dan pertumbuhan ekonomi tahun berjalan.
“Sebagian besar aktivitas belanja masyarakat Kabupaten Sukabumi terpusat di Kota Sukabumi. Inflasi mencerminkan pergerakan harga kebutuhan pokok, sehingga rujukan paling relevan adalah Kota Sukabumi,” kata Popon.
Berdasarkan formulasi inflasi + (pertumbuhan ekonomi × alfa) × UMK 2025, diperoleh angka kenaikan sebesar 8,77 persen. Dengan UMK 2025 sebesar Rp3.604.483, maka nilai kenaikan mencapai Rp316.113, sehingga UMK Kabupaten Sukabumi Tahun 2026 diusulkan menjadi Rp3.920.596.
Selain UMK, serikat pekerja juga mengusulkan penerapan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) untuk sejumlah sektor strategis, seperti industri sepatu olahraga, manufaktur pakaian jadi orientasi ekspor, farmasi, kosmetik, serta industri minuman dan air minum dalam kemasan (AMDK) Penanaman Modal Asing (PMA).
Untuk sektor tertentu, kenaikan UMSK diusulkan berada pada kisaran 1–5 persen di atas UMK 2026. Sementara sektor pengolahan susu, minuman ringan, dan AMDK PMA diusulkan naik hingga 8,77 persen bahkan 13 persen.
“UMSK penting agar sektor dengan kemampuan ekonomi lebih kuat dapat memberikan upah yang lebih layak dan adil bagi pekerja,” beber Popon.
Kesepakatan tersebut ditandatangani oleh perwakilan serikat pekerja yang tergabung dalam Dewan Pengupahan Kabupaten Sukabumi, di antaranya FSP TSK SPSI, FSB KIKES KSBSI, SPN, dan FSP RTMM SPSI.
Popon menegaskan, usulan ini bukan semata persoalan angka, melainkan wujud perjuangan kolektif buruh agar kebijakan pengupahan 2026 benar-benar berpihak pada kesejahteraan pekerja dan keluarganya.
“Bagi buruh di lapangan, kenaikan ini bukan sekadar angka di atas kertas, melainkan napas sambung untuk bertahan hidup di tengah ketidakpastian ekonomi 2026,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Disnakertrans Kabupaten Sukabumi, Sigit Widarmadi, mengatakan pihaknya telah memfasilitasi pembahasan UMK dan UMSK 2026 melalui rapat Dewan Pengupahan. Dari hasil rapat tersebut, disepakati usulan kenaikan upah sebesar 8,01 persen atau sekitar Rp200 ribu.
“Besaran kenaikan ini merupakan hasil kesepakatan seluruh unsur Dewan Pengupahan, baik pemerintah, serikat pekerja, maupun pengusaha. Kita menghitung berdasarkan formula dan regulasi yang berlaku,” jelas Sigit.
Ia menambahkan, pembahasan tidak hanya mencakup UMK, tetapi juga UMSK. Seluruh unsur Dewan Pengupahan telah menyampaikan rekomendasi tertulis yang selanjutnya akan disampaikan kepada Bupati Sukabumi untuk ditandatangani dan diteruskan ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Dalam rapat tersebut, nilai alfa yang digunakan berada pada angka 0,8, masih dalam rentang ketentuan pemerintah pusat antara 0,5 hingga 0,9, sehingga kenaikan upah berada di kisaran Rp200 ribu lebih.
Meski pembahasan berlangsung cukup alot, Sigit memastikan seluruh proses berjalan kondusif dan aspirasi buruh disampaikan dengan tertib.
“Seluruh proses penetapan UMK dan UMSK ini mengacu penuh pada regulasi yang berlaku. Rekomendasi harus diterima Pemerintah Provinsi Jawa Barat paling lambat hari ini pukul 23.59 WIB,” pungkasnya.
Redaktur: Ruslan AG




