SUKABUMI, sukabumizone.com || Jelang Nataru 2025 di Kabupaten Sukabumi berlangsung di tengah keprihatinan atas masih belum tertanganinya sejumlah korban bencana alam, salah satunya warga Kampung Gempol, Desa Cikadu, Kecamatan Palabuhanratu, yang hingga akhir tahun ini masih bertahan di rumah-rumah rusak dan rawan ambruk.
Ketua DPRD Kabupaten Sukabumi, Budi Azhar Mutawali, mengatakan momentum Natal dan Tahun Baru (Nataru) harus menjadi penguat pesan damai, persatuan, serta kepedulian terhadap sesama, terutama bagi warga yang terdampak bencana.
“Hari ini saya bersama Forkopimda menghadiri kegiatan peninjauan pengamanan Natal dan Tahun Baru ke sejumlah gereja, mulai dari Palabuhanratu, Cikembar, Cibadak hingga Cisaat. Harapannya, perayaan Natal 2025 berjalan aman, damai, dan tetap menjaga kerukunan antarumat beragama di Kabupaten Sukabumi,” ujar Budi, Rabu 24 Desember 2025.
Selain menjaga toleransi, Budi juga mengingatkan masyarakat agar tetap waspada terhadap potensi bencana alam saat libur akhir tahun. Ia meminta warga mematuhi seluruh imbauan pemerintah daerah, terutama di wilayah rawan bencana.
Terkait pengamanan gereja, Budi memastikan pemerintah daerah bersama aparat kepolisian telah melakukan langkah antisipatif.
“Pengamanan sudah disiapkan oleh aparat penegak hukum. Personel sudah ditugaskan untuk menjaga gereja-gereja selama perayaan Natal,” katanya.
Namun di balik suasana Natal, persoalan serius masih dirasakan warga korban bencana. Di Kampung Gempol, sudah lebih dari satu tahun warga menunggu kepastian relokasi.
Mereka terpaksa tetap tinggal di hunian rusak karena belum tersedianya hunian tetap (huntap).
Menanggapi hal tersebut, Budi menjelaskan bahwa DPRD telah melakukan rapat kerja dengan pemerintah daerah. Hasilnya, seluruh wilayah terdampak bencana di Kabupaten Sukabumi, termasuk Kampung Gempol dan wilayah Kecamatan Cikembar, telah diidentifikasi dan diusulkan ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
“Awalnya pengajuan ke BNPB mencapai sekitar 9.000 rumah. Namun setelah diverifikasi, terutama terkait kesiapan lahan, jumlah yang bisa diajukan turun menjadi sekitar 5.300 unit. Kampung Gempol termasuk di dalamnya,” jelasnya.
Menurut Budi, kendala utama relokasi adalah persoalan lahan. Tidak semua desa memiliki tanah yang siap digunakan, sementara lahan milik pihak lain seperti PTPN juga tidak bisa serta-merta dipakai.
Padahal, kejelasan status tanah menjadi syarat utama pencairan bantuan huntap dari pemerintah pusat.
“Ini yang menyebabkan prosesnya lama. Tapi setelah diverifikasi, pemerintah daerah sudah mengajukan lokasi-lokasi yang lahannya siap ke BNPB,” ujarnya.
Budi menegaskan, DPRD terus mendorong pemerintah daerah agar lebih intensif berkoordinasi dengan BNPB pusat.
Meski diakui, fokus pemerintah pusat juga terbagi akibat bencana di daerah lain seperti Sumatera dan Aceh.
“Kami terus memberikan rekomendasi melalui pemerintah daerah.
Mudah-mudahan dengan komunikasi yang terus dilakukan, penanganan korban bencana di Sukabumi, termasuk Kampung Gempol, bisa segera dipercepat,” ungkapnya.
Terkait bentuk hunian yang akan dibangun, Budi menyebut akan berupa Hunian Tetap (Huntap) sesuai dengan ketentuan yang berlaku dari pemerintah pusat.
Natal 2025 pun menjadi refleksi bahwa pesan damai dan kepedulian sosial tidak hanya dirayakan dalam ibadah, tetapi juga diwujudkan melalui keberpihakan nyata kepada warga yang masih hidup dalam bayang-bayang bencana. (WH)





