SUKABUMI — Angka perceraian di Kota Sukabumi, Jawa Barat, mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal tersebut, terjadi salah satunya akibat faktor ekonomi. Fenomena itu, hampir terjadi di semua wilayah Indonesia, termasuk Sukabumi. “Terjadi peningkatan sekitar 10 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya,” kata Wakil Ketua Pengadilan Agama (PA) Kota Sukabumi Ida Nursaadah kepada wartawan Jumat, (7/4).
Pada 2015 kasus perceraian yang ditangani sekitar 600 kasus. Sementara, pada 2016 lalu jumlah kasus perceraian meningkat lagi menjadi hampir 700 kasus. Penyebab terjadinya perceraian disebabkan sejumlah faktor. “Di Sukabumi lebih dominan akibat perselisihan karena ekonomi dan perselingkuhan,” paparnya.
Mayoritas warga yang mengajukan perceraian merupakan wanita yang disebut gugat cerai. Rata-rata mereka memohon perceraian karena suaminya tidak bisa bertanggungjawab secara ekonomi untuk menafkahi keluarga. Selain itu karena adanya pria idaman lain maupun wanita idaman lain. “Bila dipersentasekan, maka jumlah gugat cerai mencapai sekitar 75 persen dan sisanya merupakan cerai talak yang diajukan suami,” ujarnya.
Pasangan yang mengajukan perceraian, berasal dari berbagai kalangan seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS). PA senantiasa mengupayakan adanya mediasi dalam setiap perkara perceraian. Tujuannya, agar pasangan yang berniat untuk bercerai dapat rujuk kembali. Namun, usaha mediasi tersebut terkadang tidak berhasil karena adanya pasangan yang tetap pada pendiriannya. Selain masalah perceraian PA juga memberikan perhatian pada pencatatan pernikahan. “Masih ada warga yang belum tercatat pernikahannya di kantor urusan agama. Kesadaran hukum yang masih kurang dan alasan kendala biaya,” tutupnya. Rol