NYALINDUNG – Potret pendidikan di Tanah Air masih sangat memprihatinkan. Di Kampung Pasirkopo Desa Wangunreja, Kecamatan Nyalindung, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, siswa-siswi tingkat Sekolah Dasar (SD) harus menyeberang sungai untuk bersekolah.
Semangat siswa-siswi itu terlihat ketika mereka harus melepas sepatu dan melipat celananya supaya tidak basah pada saat menyebrangi Sungai Cicadas. Tidak ada fasilitas jembatan yang dapat digunakan. Padahal, tidak semua siswa diantar ke sekolah oleh orangtuanya.
Mirisnya, kondisi ini sudah terjadi bertahun-tahun. Sedangkan pemerintah setempat belum membangun jembatan untuk memudahkan aktivitas siswa tersebut. Alhasil, ketika sungai banjir, para siswa terpaksa tidak sekolah. “Takut jatuh dan basah. Kalau banjir tidak sekolah. Pengin punya jembatan,” tutur salah Seorang Warga Kampung Pasirkopo Ujang kepada wartawan belum lama ini.
Kepala Dusun Wangunreja Jijum Junaedi (50) membenarkan, bahwa keberadaan warga di kampung tersebut sangat memprihatinkan terutama bagi siswa yang akan menimba ilmu harus rela menyebrangi Sungai Cicadas dengan resiko terseret arus hingga kehilangan nyawa. Mirisnya lagi, ketika cuaca mulai mendung maka, siswa terpaksa dipulangkan sebab dikahwatirkan air meluap dan siswa tidak dapat menyebranginya. “Apalagi pada 2010 silam, telah terjadi tragedi mencekam dimana suami istri yang tengah menyebrang di sungai tersebut terbawa arus air sungai yang tiba-tiba meluap dan menghanyutkan mereka hingga meninggal dunia. Dari informasi hanya jasad suaminya saja yang ditemukan sedangkan jasad istrinya sampai saat ini tidak dapat ditemukan,”ungkapnya.
Pada 2012 warga berinisiatif membangun jembatan gantung dari bambu lanjut Jijum. Namun, tak lama kemudian jembatan itu pun raib tergerus luapan sungai ketika musim hujan tiba. “Air di sungai ini cukup deras ketika musim hujan. Meski demikian, pada 2015 warga kembali membangun jembatan gantun dari bambu dan hasilnya sama lenyap terbawa arus sungai. Karena itu, kami berharap ada bantuan dari pemerintah agar dapat membangun jembatan yang kokoh agar warga dan anak yang ingin sekolah dapat menikmatinya,” ujar dia.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Desa Wangunreja Ali Nurdin juga membenaran bahwa Kampung Pasirkopo adalah kampung yang paling terpencil di desa yang baru 10 bulan dipimpinnya itu. Menurutnya, Pemerintah Desa (Pemdes) Wangunreja tidak tinggal diam melihat kondisi seperti itu. “Kami telah berusaha meminta bantuan dari lintas sektor dan perusahaan melalui prosposal yang kami layangkan baru-baru ini untuk membangun jembatan dengan panjang kurang lebih 60 meter itu, sehingga warga dan anak sekolah dapat menyebranginya dengan aman. Namun, belum ada tanggapan yang pasti,” cetus Ali.
Menurutnya, jarak balai desa dengan kampung tersebut mencapai lima kilo meter. Sehingga, warga memilih untuk menyekolahkan anaknya ke Desa Sukamaju yang jaraknya lebih dekat. Hanyasaja resikonya mereka harus rela menyebrangi Sungai Cicada. “Itulah yang menjadi alasan mereka lebih memilih menyebrang ketimbang berjalan lima kilo meter untuk menyekolahkan anaknya. Ya, kami berharap ada solusi yang tepat untuk menyikapi permasalah ini kalau pun tidak ada bantuan dari lintas sektor maka, kami akan mencoba mengalokasikan Dana Desa atau dana Bantuan Gubernur pada 2019 nanti,” bebernya.
Selain itu, ia juga membenarkan bahwa pernah terjadi korban jiwa akibat luapan Sungai Cicadas.”Memang betul pernah ada korban. Itulah yang membuat kami harus bekerja cepat untuk menanganinya agar tidak ada korban lagi,”tukasnya. Sep