JAMPANGTENGAH – Warga Lewidinding, Desa Tanjungsari, Kecamatan Jampangtengah, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, kembali protes aktivitas eksploitasi PT Tambang Semen Sukabumi (TSS). Pasalnya, warga merasa terganggu dengan segala aktivitas yang dilakukan perusahaan rekanan PT Siam Cement Group (SCG) tersebut.
Dari informasi yang dihimpun www.sukabumizone.com, jarak antar pertambangan dengan pemukiman warga hanya berjarak sekitar tiga kilometer. Otomatis, dengan jarak yang tidak terlalu jauh kebisingan dan yang lainnya mengganggu kenyamanan warga.
Salah seorang warga Kampung Leuwidingding, Abidin mengatakan, selain kebisingan dan getaran yang terus dirasakan setiap harinya, warga juga mengeluhkan kondisi lahan pertania yang digarap terus mengalami penurunan. Warga menduga, hal itu terjadi akibat imbas dari aktivitas proyek eksploitasi Gunung Guha oleh PT TSS. “Setelah adanya pertambangan di Gunung Guha kami selalu was-was terlebih jika musim hujan, khawatir terjadi hal yang tidak diinginkan seperti benerapa tahun lalu,” kata Abidin kepada www.sukabumizone.com, Selasa (8/7).
Waktu itu lanjut Abidin, sejumlah material ekploitasi dari Gunung Guha berupa lumpur dan bebatuan menerjang pemukiman warga melalui Sungai Cibogo dan Sungai Cidano. “Bila pertambangan terus berjalan, tak menutup kemungkinan akan kembali hal yang sama,” terangnya.
Keluhan serupa dilontarkan, Bambang (30) menerangkan, aktivitas galian bahan baku semen itu telah berdampak terhadap lingkungan. Misalnya saja, suhu udara kini menjadi panas dan gersang. “Eksploitasi Gunung Guha ini, sudah berlangsung sejak tiga tahun lalu. Warga di sini jika malam hari tidak bisa beristirahat dengan tenang. Sebab, selain gersang, warga juga merasa terganggu akibat getaran dan suara bisingnya,” terangnya.
Menurut Bambang, keluhan warga terkait aktivitas eksploitasi PT TSS sudah berulang kali disampaikan kepada pemerintah desa dan pihak perusahaan. Namun, hingga saat ini, warga belum melihat secara langsung pengecekan yang di lakukan pemerintah terkait keluhan warga tersebut. “Sempat ada pengecekan dari pemerintah, itu pun di lakukannya pada beberapa tahun lalu. Kalau sekarang sudah tidak ada lagi pengontrolan dari pemerintah,” paparnya.
Sementra itu, Staf Advokasi dan Kebencanaan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat, Iwang Wahyudin menjelaskan, tata letak perusahaan tentunya dapat membahayakan kesehatan warga sekitar dan mengancam kelestarian lingkungan hidup, apabila tidak sesuai dengan peraturan. Selain itu, hasil kajian sementara menyimpulkan, lokasi proyek galian PT TSS telah cacat hukum dan berdampak buruk terhadap lingkungan. Karena, perusahaan semen asal Thailand ini, diduga menghasilkan limbah bahan berbahaya serta beracun (B3) karena dalam operasinya perusahaan tersebut, telah menggunakan tambang batu bara. “Dalam proses perizinannya juga, tidak melibatkan partisipasi warga yang langsung terkena dampak. Dimana, sumber mata air saat ini banyak yang hilang dan debit airnya telah menyusut. Dengan adanya pembongkaran pegunungan karst di Gunung Guha itu, akan berdampak buruk pada kesehatan warga dan ekosistem,” jelasnya.
Menanggapi hal tersebut, Sekertaris Daerah (Sekda) Kabupaten Sukabumi, Iyos Somantri mengatakan, pihaknya berjanji akan secepatnya mengintruksikan kepada dinas dan intansi terkait untuk segera melakukan pengecekan ke lapangan serta melakukan upaya-upaya pencegahan agar bahan material dari lokasi penggalian bahan baku semen tersebut, tidak menyerang pemukiman warga. “Kami akan segera intruksikan dinas terkait untuk segera ke lokasi tambang dan warga terdampak. Hal ini, untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan,” tukasnya. Bambang