
JAMPANGTENGAH, sukabumizone.com || Potret buram pendidikan kembali terlihat di pelosok Kabupaten Sukabumi. Dua sekolah yang berada di Kampung Cilimus, Desa Nanggerang, Kecamatan Jampangtengah, yakni SDN Cilimus dan SMP Negeri 5 Jampangtengah Satu Atap, kini berada dalam kondisi memprihatinkan dan nyaris tak layak pakai.
Di SDN Cilimus, lima dari enam ruang kelas telah ambruk sejak 2023, menyisakan puing-puing bangunan tanpa atap. Hanya satu ruang kelas yang masih bisa digunakan. Sementara di SMPN 5 Jampangtengah Satu Atap, satu ruang kelas sudah tidak beratap dan dua lainnya terancam roboh akibat rangka bangunan yang lapuk dimakan usia.
“Sekarang tinggal satu kelas yang bisa dipakai. Lima ruangan lainnya sudah tidak ada atapnya. Proses belajar mengajar dibagi: dua kelas menumpang di SMP, tiga kelas di Madrasah Diniyah, dan satu kelas di kantor sekolah,” ujar Habudin, guru SDN Cilimus, Sabtu (20/9/2025).
Kerusakan bangunan disebut sudah terjadi sejak lama, namun mencapai puncaknya pada 2023 akibat bencana alam. Meski laporan telah disampaikan ke dinas terkait dan pihak sekolah sudah menerima kunjungan dari instansi pemerintah, belum ada realisasi perbaikan hingga kini. “Hampir setiap hari kami ingatkan siswa agar tidak mendekati bangunan yang sudah lapuk, karena khawatir roboh dan menimpa,” tegas Habudin.
Kondisi serupa dialami SMPN 5 Jampangtengah Satu Atap yang memiliki 74 siswa. Menurut guru setempat, Pahrul Suganda, dua ruang kelas mengalami kebocoran parah dan rangka atapnya sudah rapuh.
“Kalau hujan, kelas 8 dan 9 bocor parah. Anak-anak sering geser posisi supaya tidak kehujanan meski tetap di dalam kelas. Kalau hujan deras, saya langsung evakuasi anak-anak keluar kelas,” ujarnya.Pahrul menambahkan, akses menuju sekolah yang berbatu dan licin semakin menyulitkan guru dan siswa, terutama saat hujan. Bahkan, satu ruang kelas di SMP terpaksa digunakan oleh siswa SD karena kekurangan ruangan. “Kadang terpaksa meliburkan sekolah demi keselamatan siswa. Apalagi jarak rumah guru dan kepala sekolah cukup jauh,” tambahnya.
Kedua sekolah juga menghadapi keterbatasan tenaga pendidik. Dari total tujuh guru, hanya tiga yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN), sisanya merupakan guru honorer atau diperbantukan.
Para guru berharap pemerintah segera turun tangan memperbaiki gedung sekolah demi keselamatan dan kenyamanan belajar siswa. “Kami hanya ingin anak-anak bisa belajar dengan tenang dan aman, tidak lagi was-was ketika hujan turun,” harap Habudin.(RS)