GUNUNGGURUH, sukabumizone.com || Bupati Sukabumi, Marwan Hamami, angkat bicara soal adanya kabar salah satu perusahaan tambang batu hijau di Kecamatan Cikembar yang diduga belum memiliki izin tapi sudah beroperasi.
Menurutnya, jika ada perusahaan yang tidak atau belum memiliki izin resmi itu jangan beroperasi, dan jika beroperasi tutup saja. “Tutup, kalau memang tidak memiliki izin. Tapi kewenangannya bukan di kita,” kata Marwan kepada sukabumizone.com, usai meresmikan Masjid Jami Dhobiyah, di Kampung Jati Mekar, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Gunungguruh, Kabupaten Sukabumi, Kamis (9/1/2025).
Menurutnya, masyarakat harus tahu itu bukan tambang legal. Berarti, tidak membayar pajak pada negara dan merusak lingkungan. “Maka dari itu, tutup saja dan masyarkat sepakat untuk ditutup, bila perlu portal saja aksesnya,” tandasnya.
Menurut orang nomor satu di Kabupaten Sukabumi itu, selain merugikan negara perusahaan yang tidak memiliki izin juga merugikan masyarakat.
“Nantinya masyarakat dengan desa, dan kecamatan kemudian dinas perijinan itu dicek, bahwa perusahaan tersebut berizin atau tidak. Nanti akan terlihat atau ketahuan berizin atau tidak, jika belum ada izin maka tutup saja,” pungkas Marwan.
Dikabarkan sebelumnya, Aktivitas tambang galian batu hijau di Blok Gunung Walang, Desa Kertaraharja, Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi, menuai protes dari warga setempat.
Aktivitas galian yang diduga belum mengantongi izin tersebut dinilai meresahkan, terutama karena menimbulkan kebisingan dan dampak negatif lainnya.
Hal itu disampaikan Aktivis Fraksi Rakyat Sukabumi, Rozak Daud. Menurutnya, bahwa sejak tambang tersebut beroperasi, warga yang tinggal berdekatan dengan kawasan tambang merasa cemas. Ia menyebut adanya keluhan dari warga terkait dampak langsung yang dirasakan, mulai dari polusi debu, getaran, hingga kebisingan akibat kendaraan angkutan material tambang yang hilir mudik.
“Kalau pengaduan warga ke kita, ada lahan warga yang ditambang juga di luar lokasi pemilik tambang. Selain itu, dampak dari aktivitas tambang ini selain berdebu, juga ada getaran serta kebisingan kendaraan angkutan. Apalagi, jaraknya antara lokasi tambang dengan pemukiman penduduk itu, ada sekitar 100 sampai 200 meter,” kata Rozak, Rabu (8/1/2025).
Selain menimbulkan gangguan lingkungan, sambung Rozak, warga juga khawatir akan potensi kerusakan yang lebih besar, seperti longsor atau kerusakan lahan produktif.
“Bahkan, pada beberapa waktu lalu, warga sempat melaporkan adanya banjir yang diduga akibat dari aktivitas tambang batu hijau tersebut,” tandasnya.
Berdasarkan pengaduan dari warga setempat, lanjut Rozak, aktivitas tambang batu hijau ini telah beroperasi sejak empat bulan lalu, meskipun perizinannya masih belum jelas.
“Padahal, hingga saat ini, proses perizinan baru sampai pada pertemuan di Dinas Pertanahan dan Tata Ruang pada 2 Januari 2025 lalu. Namun, kegiatan produksi dan pengangkutan material tambang sudah berlangsung cukup lama,” imbuhnya.
Redaktur: Ruslan AG